Sejarah
kepolisian
Sebelum kemerdekaan
Indonesia
Masa kolonial Belanda
Veldpolitie di Malang (sekitar
1930)
Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali
oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi
untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada
waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk
menjaga keamanan mereka.[5]
Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu
asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung). Pada masa Hindia Belanda
terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi
lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian),
bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.
Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian
juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada
dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur
van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen
polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana
polisi.
Kepolisian modern Hindia Belanda yang
dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya
Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.[6]
Masa pendudukan Jepang
Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh
seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh
pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari
kepala polisi.
Awal kemerdekaan
Indonesia
Periode 1945-1950
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktuSoekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian menjadi
kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya,
pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia
sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan
senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat
moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang
dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.[7] Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN)
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September
1945 Presiden Soekarno melantik
R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).[8]
Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama
Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi,
sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.[9]
Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun
1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung
kepada Perdana
Menteri.[10] Tanggal 1 Juli inilah yang
setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.
Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan
kemerdekaan maka Polri di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut
bertempur di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang
tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile
Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti dikenal
dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera
Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948
dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan
bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan
sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi
kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang
diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di
Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said (tanggal 22 Desember 1948).[11]
Hasil Konferensi Meja
Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia
Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian
Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI
berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan
Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana
menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi
pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan
RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150,
organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan
Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya kepolisian
negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang kebijaksanaan siasat
kepolisian maupun administratif, organisatoris.
Periode 1950-1959
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan
diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian
Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana
menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada
kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di
Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S.
Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI
(DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi
gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.
Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil
dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota
Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI)
tidak ikut dalam Korpri,
sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi
yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi.
Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara
demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di Konstituante
dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada di bawah gaji angkatan
perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji dan berhasil melahirkan
Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana gaji Polri relatif lebih baik dibanding dengan
gaji pegawai negeri lainnya (mengacu standar PBB).
Masa Orde Lama
Dengan Dekrit Presiden
5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali
ke UUD 1945, namun dalam
pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana
Menteri (Alm. Ir. Juanda)
diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri
Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di
mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga
menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal
26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan
sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang
memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang
terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto
menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme
kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri
setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier
Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan
bahwa ABRI terdiri atas
Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan
Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian
Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan
nasional.
Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No.
13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur
ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD,
Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran
dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan
Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan
Kepolisian (Menkasak).
Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima
Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden
sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan,
tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:
1.
Alat Negara Penegak
Hukum.
2.
Koordinator Polsus.
3.
Ikut serta dalam
pertahanan.
4.
Pembinaan Kamtibmas.
5.
Kekaryaan.
6.
Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan
AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di Magelang.
Sementara pada tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar karena politik
NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi memengaruhi sebagian anggota
ABRI dari keempat angkatan.
Masa Orde Baru[
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang
mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk
meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal
24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang
Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi
Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin oleh
Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya
kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968,
jabatan Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian
ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat menyulitkan
perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang.
Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima
Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala
Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri.
Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL,
dan AU diganti menjadi Kepala Staf Angkatan.
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat
sampai ke kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi
Polri Tingkat Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).
Mabes
Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepadaPresiden.
Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil Kapolri (Wakapolri)
Unsur Pengawas dan
Pembantu Pimpinan/Pelayanan
Unsur Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan terdiri
dari:
·
Inspektorat
Pengawasan Umum (Itwasum),
bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum
dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non
struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri. Saat ini dipimpin oleh
Komjen Pol Anton
Bachrul Alam.
·
Asisten
Kapolri Bidang Operasi (As
Ops), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang
operasional dalam lingkungan Polri termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal
serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya. Asops
saat ini dipegang oleh Irjen Pol Drs.Arif Wachyunadi
·
Asisten
Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena), bertugas membantu Kapolri
dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan pengembangan, termasuk
pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta penelitian dan pengembangan
dalam lingkungan Polri. Saat ini dijabat oleh Irjen Pol Sulistyo Ishak.
·
Asisten
Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AS SDM), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan
fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya perawatan dan
peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri. Saat ini dijabat
oleh Irjen Pol Prasetyo.
·
Asisten
Kapolri Sarana dan Prasarana (Assarpras), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi sarana dan prasarana dalam lingkungan Polri. Assarpras
dijabat oleh Irjen Pol Tubagus Anis
Angkawijaya.
·
Divisi
Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah unsur pelaksana
staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal. Kadiv
Propam saat ini ialah Irjen Pol Syafruddin.
·
Divisi
Hukum (Div Kum).
Dengan pimpinan Irjen Pol Anton Setiadi.
·
Divisi
Hubungan Masyarakat (Div Humas)
dengan pimpinan Irjen Pol Suhardi Alius.
·
Divisi
Hubungan Internasional (Div
Hubinter), adalah unsur pembantu pimpinan bidang hubungan internasional yang
ada dibawah Kapolri. Bagian ini membawahi National Crime Bureau Interpol (NCB
Interpol), untuk menangani kejahatan internasional. Dengan pimpinan Irjen Pol
Boy Salamuddin.
·
Divisi
Teknologi Informasi Kepolisian (Div TI Pol), adalah unsur pembantu pimpinan di bidang
informatika yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi elektronika.
Dipimpin oleh Irjen Pol Tubagus Anis Angkawijaya
·
Staf
Pribadi Pimpinan (Spripim)
·
Sekretariat
Umum (Kasetum)
·
Pelayanan
Markas (Kayanma)
·
Staf
Ahli Kapolri, bertugas memberikan
telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya
Unsur Pelaksana Tugas
Pokok
Unsur Pelaksana Tugas Pokok terdiri dari:
·
Badan
Intelijen Keamanan (Baintelkam),
bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan
bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna
mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan
dalam negeri. Kabaintelkam Komjen Pol Drs Imam Sudjarwo MSi.
·
Badan Reserse
Kriminal (Bareskrim),
bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam
rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris
Jenderal (Komjen). Kabareskrim Komjen Pol Suhardi Alius.[12]
·
Badan
Pemeliharaan Keamanan (Baharkam),
bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup
pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat
dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Kabaharkam saat ini dijabat oleh
Komjen Pol Oegroseno.
·
Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan
fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan
keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam
negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur
Jenderal (Irjen). Dipimpin Irjen Pol Unggung Cahyono.
·
Korps
Lalu Lintas (Korlantas),
bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi
pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas,
registrasi, dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, serta mengadakan
patroli jalan raya. Dikepalai oleh Irjen Pol Pudji Hartanto
Iskandar.
·
Biro
Operasi Polri, bertugas untuk
mengirimkan pasukan Brimob, Sabhara, Samapta, Satlantas, (Jihandak/Penjinak
Bahan Peledak, bila diperlukan) serta sebuah tim intelijen jika ada
demonstrasi, sidang pengadilan, pertemuan tingkat tinggi, perayaan hari besar
oleh kelompok masyarakat, atau peresmian oleh kepala pemerintahan, kepala
negara, ketua MPR, atau ketua DPR dengan mengirimkan surat tugas kepada Biro
Operasi Polda setempat, Biro Operasi Polres setempat, dan Polsek setempat.
·
Detasemen
Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus
88 AT), bertugas menyelenggarakan fungsi intelijen, pencegahan, investigasi,
penindakan, dan bantuan operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana terorisme.
·
Detasemen
Khusus Anti Anarkis Polri sedang
dalam pembicaraan para perwira tinggi Polri.
Unsur Pendukung
Unsur Pendukung, terdiri dari:
·
Lembaga
Pendidikan Polri (Lemdikpol),
bertugas merencanakan, mengembangkan, dan menyelenggarakan fungsi pendidikan
pembentukan dan pengembangan berdasarkan jenis pendidikan Polri meliputi
pendidikan profesi, manajerial, akademis, dan vokasi. Kalemdikpol saat ini
adalah Komjen Pol Oegroseno. Lemdikpol membawahi:
·
Sekolah
Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf
khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri. Terdiri dari
Sespinma (dahulu Selapa), Sespimmen (dahulu Sespim) dan Sespimti (dahulu
Sespati).
·
Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan
pembentukan Perwira Polri. Gubernur Akpol dipegang oleh Irjen Pol Eko Hadi
Sutedjo.
·
Sekolah
Pembentukan Perwira (SETUKPA)
·
Pendidikan
dan Pelatihan Khusus Kejahatan Transnasional (Diklatsusjatrans)
·
Pusat
Pendidikan (Pusdik)/Sekolah terdiri
dari:
·
Pusdik
Intelijen (Pusdikintel)
·
Pusdik
Reserse Kriminal (Pusdikreskrim)
·
Pusdik
Tugas Umum (Pusdikgasum)
·
Pusdik
Brigade Mobil (Pusdikbrimob)
·
Sekolah
Bahasa (Sebasa)
·
Pusat Logistik dan
Perbekalan Polri dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
·
Pusat Kedokteran dan
Kesehatan (Pusdokkes Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen),
termasuk didalamnya adalah Rumah Sakit Pusat Polri (Rumkit Puspol) yang juga
dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
·
Pusat Keuangan (Puskeu
Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
·
Pusat penelitian dan
pengembangan (Puslitbang Polri) yang akan dipimpin oleh Brigadir Jenderal (Brigjen).
·
Pusat sejarah
(Pusjarah Polri) yang akan dipimpin oleh Brigadir Jenderal (Brigjen).
Polda
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda)
merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri.
Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda
dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda),
yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda
(Wakapolda).
·
Polda membawahi
Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres). Ada tiga tipe Polda,
yakni Tipe A-K, Tipe A dan Tipe B. Polda Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1
Polda, yaitu Polda Metro Jaya. Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin seorang
perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin
perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
·
Setiap Polda menjaga
keamanan sebuah Provinsi.
·
Polres, membawahi
Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota - kota besar, Polres
dinamai Kepolisian Resor Kota Besar. Polres memiliki satuan tugas kepolisian yang
lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi
(untuk Polrestabes) atau Ajun Komisaris Besar Polisi (untuk Polres)
·
Setiap Polres menjaga
keamanan sebuah Kotamadya atau Kabupaten.
·
Polsek maupun Polsekta
dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris
Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol) (untuk
tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta dipimpin oleh
perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (tipe rural). Di sejumlah daerah di
Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Dua Polisi.
·
Setiap Polsek menjaga
keamanan sebuah Kecamatan.
Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda)
memiliki sejumlah Direktorat dalam menangani tugas melayani dan melindungi,
yaitu:
·
Direktorat Reserse
Kriminal
·
Subdit
Kriminal Umum
·
Subdit
Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)
·
Subdit
Remaja Anak dan Wanita
·
Unit
Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) /
Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)
·
Direktorat Reserse
Kriminal Khusus
·
Subdit
Tindak Pidana Korupsi
·
Subdit
Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah)
·
Subdit
Cyber Crime
·
Direktorat Reserse
Narkoba
·
Subdit
Narkotika
·
Subdit
Psikotropika
·
Direktorat Intelijen
dan Keamanan
·
Direktorat Lalu Lintas
·
Subdit
Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)
·
Subdit
Registrasi dan Identifikasi (Regident)
·
Subdit
Penegakan Hukum (Gakkum)
·
Subdit
Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)
·
Subdit
Patroli Pengawalan (Patwal)
·
Subdit
Patroli Jalan Raya (PJR)
·
Direktorat Bimbingan
Masyarakat (Bimmas, dulu Bina Mitra)
·
Direktorat Sabhara
·
Direktorat Pengamanan
Objek Vital (Pamobvit)
·
Direktorat Polisi Air
(Polair)
·
Direktorat Tahanan dan
Barang Bukti (Tahti)
·
Biro Operasi
·
Biro SDM
·
Biro Sarana Prasarana
(Sarpras, dulu Logistik)
·
Bidang Keuangan
·
Bidang Profesi dan
Pengamanan (Propam)
·
Bidang Hukum
·
Bidang Hubungan Masyarakat
·
Bidang Kedokteran
Kesehatan
Pembagian wilayah Kepolisian Republik Indonesia pada dasarnya
didasarkan dan disesuaikan atas wilayah administrasi pemerintahan sipil.
Komando pusat berada di Markas Besar Polri (Mabes) di Jakarta. Pada umumnya,
struktur komando Polri dari pusat ke daerah adalah:
·
Pusat
·
Wilayah Provinsi
·
Wilayah Kabupaten dan
Kota
·
Kepolisian Resor Kota
Besar (Polrestabes)
·
Kepolisian Resor Kota
(Polresta)
·
Kepolisian Resort
Kabupaten (Polres)
·
Tingkat kecamatan
·
Kepolisian Sektor Kota
(Polsekta)
·
Kepolisian Sektor
(Polsek)
Wilayah hukum dari Kepolisian Wilayah (Polwil) adalah kawasan
yang pada masa kolonial merupakan Karesidenan. Karena wilayah seperti ini umumnya
hanya ada di Pulau Jawa, maka di luar Jawa tidak dikenal adanya satuan berupa
Polwil kecuali untuk wilayah perkotaan seperti ibukota provinsi seperti
misalnya Polwiltabes Makassar di Sulawesi Selatan.
Mulai awal tahun 2010 seluruh
Kepolisian Wilayah (Polwil) di Pulau Jawa sudah dihapus.[13][14]
Di beberapa daerah terpencil, ada pula pos-pos polisi yang
merupakan perpanjangan tangan dari Kepolisian Sektor.
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin
modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam
negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban
regional maupun antarabangsa, sebagaimana yang ditempuh oleh kebijakan PBB yang
telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif
dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan)
dan di Kamboja (Asia).
Untuk mengurangi angka kecelakaan, di sejumlah Polda telah
diberlakukan aturan agar para pengendara sepeda motor menyalakan lampu sewaktu
berkendara. Pada tanggal 29 November 2006, rapat yang diadakan di Gedung Cakra
Ditlantas Polda Metro Jaya memutuskan bahwa mulai tanggal 4 Desember 2006 hingga 1 Januari 2007 sosialisasi menyalakan lampu kepada
para pengendara sepeda motor. Rapat tersebut dihadiri oleh Kepala Seksi SIM (Ka
Si SIM) Polda Metro Jaya Komisaris Polisi (Kompol) Teddy Minahasa dan Direktur
Lalu Lintas Polda Metro Jaya (Dirlantas) Komisaris Besar (Kombes) Djoko Susilo.
Aturan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2007.